Sabtu, 12 Mei 2012

BANGKITNYA PERADABAN EROPA


ABSTRAK

Pada dasarnya, kemajuan Eropa yang sampai saat ini bisa dirasakan pengaruhnya, merupakan suatu warisan dari adanya kejayaan yang luar biasa yang pernah terjadi pada masa peradaban Islam. Namaun statemen ini tidak pernah terlontar sedikitpun dari ilmuan-ilmuan barat saat ini, Justru sebagian tidak mengakuianya. Andai saja pusat pemerintahan khalifah Bani Umayah tidak berdiri di tanah Eropa, bisa di bayangkan, seperti apa peradaban yang terjadi saat ini. Maka tak mengherankan jika sebelum Islam masuk ketanah tersebut, orang Eropa hampir sepenuhnya belum mengetahui ilmu pengetahuan. Yang ada hanyalah doktrin-doktrin gereja yang sama sekali kurang menguntungkan.



BANGKITNYA PERADABAN EROPA

A.                Eropa pada Abad Pertengahan; Sebuah Pengantar
Abad Pertengahan merupakan masa paling kelam dalam periode sejarah Eropa. Sampai akhirnya era ini dijuluki sebagai The Dark Age (Abad Kegelapan). Abad Pertengahan dimulai sejak abad II Masehi, yaitu sejak Konstantin Agung masuk Kristen dan menyatakannya sebagai agama resmi Imperium Romawi. Kaum Kristen hanya menang secara lahiriah saja karena bangsa Romawi banyak merugikan ajaran Kristen ketika paham paganisme terserap ke dalam ajaran Kristen dan tingkah laku pemeluknya. Sementara itu, pihak yang paling banyak memberikan andil dalam penyelewengan agama ini adalah Kaisar Konstantin sendiri yang mengaku sebagai penegak panji-panji agama Kristen.[1]
Sejak masa ini, Eropa berada di bawah tekanan dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa gereja dan penguasa Negara, kebebasan dikekang dan akal dibelenggu sehingga ilmu pengetahuan tidak memperoleh kemajuan. Selama berabad-abad Eropa ditekan oleh sistem religius yang menganut permusuhan terhadap alam, Eropa tidak memiliki gaya atau semangat hidup dan sama sekali tiada tempat bagi dunia penyelidikan ilmiah, bahkan pada masa itu Eropa kehilangan hubungan dengan hasil-hasil capaian falsafah Yunani dan Romawi dari mana kultur Eropa dahulu bersumber.
Sejarah Eropa pada Abad Pertengahan penuh dengan perjuangan sengit antara kaum intelektual dan penguasa gereja. Kaum intelektual Eropa melakukan berontaktidak hanya satu kali, tetapi berulang-ulang, namun tetap saja ia berhasil dipatahkan oleh gereja. Penguasa gereja itu mendirikan berbagai mahkamah pemeriksaan (Dewan Inquisisi) untuk menghukum kaum intelektual serta orang-orang yang dituduh kafir dan atheis. Operasi pembantaian digerakkan secara besar-besaran agar di Dunia Kristen tidak tertinggal seorang pun yang dapat menjadi akar perlawanan terhadap gereja. Diperkirakan antara tahun 1481 hingga 1901, korban pembantaian Dewan Inquisisi mencapai 300 ribu jiwa termasuk 30 ribu jiwa dibakar hidup-hidup, di antaranya adalah sarjana fisika terkemuka Bruno. Ia dihukum mati dengan cara dibakar hidup-hidup. Selain Bruno, Copernicus, Galileo Galilei juga harus menjalani hukuman sampai mati di penjara karena pendapatnya yang menyatakan bahwa bumi beredar mengitari matahari.
Berbagai kreativitas sangat diatur oleh gereja. Dominasai gereja sangat kuat dalam berbagai aspek kehidupan. Agama Kristen sangat mempengaruhi berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Seolah raja tidak mempunyai kekuasaan, justru malah gerejalah yang mengatur pemerintahan. Berbagai hal diberlakukan demi kepentingan gereja, kaum gereja berpendapat, kehidupan manusia pada hakekatnya sudah ditentukan oleh Tuhan. Maka tujuan hidup manusia adalah mencari keselamatan. Pemikiran tentang ilmu pengetahuan banyak diarahkan kepada teologi. Sampai pada kemudian masa ini melahirkan filsafat skolastik yaitu suatu pemikiran filsafat yang dilandasi pada agama dan untuk alat pembenaran agama.

B.                 Pengaruh Peradaban Islam Di Eropa (Spanyol)
Penaklukan Islam atas Andalus dimulai sejak tahun 711 M. (abad 8 ) sampai 1492 ( abad 15) melalui kekuasaan dinasti Ummayah yang berpusat di Cordoba (disebut pula Kalifah Barat). Masa ini menjadi titik awal perubahan kondisi Eropa secara umum hususnya Sepanyol, Penaklukan Islam telah berhasil melenyapkan bangsa Ghotia dan berbagai pengaruhnya dari negeri tersebut, sehingga bangsa Ghotia tidak lagi memiliki kekuatan, melainkan mereka yang berhasil melarikan diri ke pegunungan Jaliqiah yang terletak di barat laut Spanyol. Kerajaan dan harta kekayaan mereka telah berpindah tangan kepada bangsa Arab sebagai penakluk. Sementara pemerintahan Islam membiarkan sebagian penguasa lama yang telah membantu tetap memerintah, sehingga Julian dikembalikan pada posisi semula sebagai penguasa Sabtah dan harta kekayaannya dikembalikan semua. Sedangkan orang-orang Yahudi yang menderita dan terhina oleh Penguasa Ghatia diperbolehkan bergerak di sektor perdagangan dan terlindungi di bawah pemerintah Islam.[2] Bangsa Arab telah memperlakukan mereka yang selama masa itu hidup dan tertekan dengan baik, sehingga pada masa pemerintahan Islam mereka memperoleh dan menikmati hak-hak sipil secara luas.
Selain itu, bangsa Arab juga memperkokoh stabilitas dan perdamaian diantara berbagai etnis yang berlainan. Karenanya bangsa Spanyol sebagai bangsa yang patuh dengan pemerintah Islam didapatkan sikap toleran sebagaimana yang diharapkan. Sebagian besar dari penduduk lapisan bawah telah beralih menjadi pemeluk Islam yang taat. Perhatian mereka kini beralih terhadap Islam dari kehidupan masa lalu di bawah para pemimpin yang tidak pernah memperhatikan dan mengubah nasib buruk mereka serta kehidupan yang penuh penindasan dan perampasan terhadap rakyatnya.[3]
Kedatangan Islam di Spanyol tidak begitu banyak menghabiskan darah seperti ekspansi Islam ke wilayah-wilayah lain. Karena itu, selama memasuki Andalusia (Spanyol), satu-satunya peperangan yang dialami pasukan Islam dibawah Tariq dari tahun 711 sampai 714 M. adalah peperangan melawan pasukan Raja Roderick.[4] Dengan masuknya Islam ke Spanyol, maka tatanan baru muncul dan pencerahan terhadap bangsa Eropa dengan sebuah peradaban baru yakni peradaban Islam yang dibawa oleh bangsa Arab dan masuk melalui Spanyol.  Melalui interaksinya dengan Dunia Islam, Eropa menyadari keterbelakangan dan ketertinggalan mereka. Interaksi tersebut menyebabkan adanya sentuhan peradaban Islam terhadap mereka, Proses persentuhan itu ada kalanya melalui proses interaksi damai dan ada pula dengan konflik-konflik bersenjata, seperti dalam Perang Salib.[5]  
Ketika Eropa masih larut dalam keterbelakangannya, Andalusia telah tumbuh dalam kemajuan dan kegemilangan peradaban. Muhammad Al-Husaini Rakha mengatakan,
"Di antara bukti kebesaran peradaban Spanyol bahwa di Cordova saja terdapat lima puluh rumah sakit, sembilan ratus toilet, delapan ratus sekolah, enam ratus masjid, perpustakaan umum yang memuat enam ratus ribu buku dan tujuh puluh perpustakaan pribadi lainnya." [6]
Orang-orang Eropa aktif berinteraksi dengan orang-orang Arab dan mengambil ilmu dari mereka serta mengambil manfaat dari peradaban mereka. Orang-orang Eropa datang ke Andalusia untuk belajar di universitas-universitas umat Islam. Di antara mereka terdapat para tokoh gereja dan para bangsawan.  Sebagai contoh salah seorang yang sangat luar biasa kepandaiannya pada abad X bernama Gerbert d'Aurillac. Ia menjadi paus Perancis pertama di bawah gelar Sylvester II. Ia menghabiskan tiga tahun di Toledo dengan para ilmuwan Muslim. Ia belajar matematika, astronomi, kimia, dan pelajaran-pelajaran lainnya. Beberapa wali gereja atau pendeta tinggi dari Perancis, Inggris, Jerman dan Italia juga lama belajar di Universitas Muslim Spanyol.[7]
Ada kasus menarik yang dialami oleh Frederik II (1211-1250) Kaisar Jerman yang juga menjadi raja Napels dan Scilia. Ia merupakan seorang yang berjiwa besar dan berpengetahuan tinggi. Ia dituduh orang masuk Islam dengan diam-diam karena kaisar itu lebih suka tinggal di Italia Selatan dalam lingkungan alam Timur daripada di Jerman yang belum maju. Di Napels didirikannya sebuah universitas dengan tujuan memindahkan pengetahuan Arab ke Italia.[8]
Hal yang serupa Selain yang dialami Frederik II, raja bangsa Eropa lainnya yang menaruh minat sangat besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan kaum Muslimin adalah George III, raja Inggris. Dengan resmi, ia menulis surat kepada Hisyam III khalifah kaum Muslim di Andalusia agar diizinkan mengirimkan delegasinya untuk belajar di sekolah umat Islam Andalusia. George III berkata dalam suratnya,
Dari George Raja Inggris, Ghal, Swedia, dan Norwegia kepada khalifah kaum Muslim di Andalusia paduka yang mulia Hisyam III.
Dengan hormat,
Paduka yang mulia.
Kami telah mendengar kemajuan yang dicapai oleh sekolah-sekolah ilmu pengetahuan paduka dan sekolah-sekolah industri di negara paduka. Oleh karena itu, kami bermaksud mengirim putra-putra terbaik kami untuk menimba ilmu-ilmu tersebut di negeri paduka yang mulia. Ini sebagai langkah awal meniru paduka yang mulia dalam menyebarkan ilmu pengetahuan di wilayah negara kami yang dikelilingi kebodohan dari empat penjuru.
Kami tunjuk Dubanet, putri saudara kami sebagai kepala delegasi wanita Inggris untuk memetik bunga agar ia dan teman-teman delegasinya bisa sehebat paduka, menjaga akhlak yang mulia dan memperoleh simpati wanita-wanita yang akan mengajari mereka.
Hamba titipkan lewat raja kecil kami ini, hadiah apa adanya untuk paduka yang mulia dan sudilah kiranya paduka menerimanya dengan senang hati.
                                                                        Tertanda
                                                                        Hamba paduka yang patuh
                                                                        George III [9]
Orang-orang Eropa yang belajar di universitas-universitas Andalusia itu melakukan gerakan penerjemahan kitab-kitab para ilmuwan Muslim yang berbahasa Arab ke bahasa Latin dan mulailah buku-buku tersebut diajarkan di perguruan-perguruan tinggi Barat. Ketika itu, bahasa Arab menjadi bahasa terdepan di dunia dalam masalah ilmu pengetahuan. Orang yang ingin mempelajari ilmu pengetahuan harus pandai berbahasa Arab, karena berbicara dengan bahasa tersebut merupakan bukti tingkat wawasan yang tinggi.[10] Sebagaimana yang telah dikutip Haidar Bammate tentang pernyataan Philip K. Hitti, ia mengatakan, "Selama berabad-abad, Arab merupakan bahasa pelajaran, kebudayaan dan kemajuan intelektual bagi seluruh dunia yang berperadaban, terkecuali Timur Jauh. Dari abad IX hingga XI, sudah ada hasil karya diberbagai bidang, di antaranya filsafat, medis, sejarah, agama, astronomi dan geografi banyak ditulis dalam bahasa Arab daripada bahasa lainnya."[11]
Pada abad XII diterjemahkan kitab Al-Qanûn karya Ibnu Sina.[12] mengenai kedokteran. Pada akhir abad XIII diterjemahkan pula kitab Al-Hawiy karya Ar-Razi yang lebih luas dan lebih tebal daripada Al-Qanûn. Kedua buku ini hingga abad XVI masih menjadi buku pegangan bagi pengajaran ilmu kedokteran di perguruan-perguruan tinggi Eropa. Buku-buku filsafat bahkan terus berlangsung penerjemahannya lebih banyak daripada itu. Bangsa Barat belum pernah mengenal filsafat-filsafat Yunani kuno kecuali melalui karangan dan terjemahan-terjemahan para ilmuwan Muslim.[13] Tercatat di antara nama-nama para penerjemah Eropa itu adalah Gerard (Cremona) yang menerjemahkan fisika Aristoteles dari teks bahasa Arab, Campanus (Navarra), Abelard (Bath), Albert dan Daniel (Morley) Michel Scot, Hermann The Dalmatian, dan banyak lainnya.[14]
Orang Barat mengakui bahwa, pada Abad Pertengahan kaum Muslim adalah guru-guru bangsa Eropa selama tidak kurang dari enam ratus tahun. Gustave Le Bon mengatakan bahwa terjemahan buku-buku bangsa Arab (Islam), terutama buku-buku keilmuan, hampir menjadi sumber satu-satunya bagi pengajaran dibanyak perguruan tinggi Eropa selama lima atau enam abad. Dapat dikatakan, bahwa pengaruh bangsa Arab dalam beberapa bidang ilmu seperti ilmu kedokteran masih berlanjut hingga sekarang. Buku-buku karangan Ibnu Sina pada akhir abad yang lalu masih diajarkan di Montpellier. Le Bon juga mengatakan bahwa hanya buku-buku bangsa Arablah yang dijadikan sandaran oleh Roger Bacon, Leonardo da Vinci, Arnold de Philippe, Raymond Lull, San Thomas, Albertus Magnus, serta Alfonso X dari Castella.[15]
Orang Eropa juga memanfaatkan keunggulan ilmu orang Muslim dalam beberapa keperluan mereka. Vasco da Gama misalnya, yang merintis jalan bagi Eropa menuju Semenanjung Harapan, setelah menemukan jalan tersebut, ia bertemu dengan seorang pelaut Muslim Arab yang bernama Ibnu Majid. Maka Ibnu Majid memperlihatkan kepadanya beberapa alat untuk mengarungi laut yang dimilikinya, seperti kompas dan sejenisnya. Lalu Ibnu Majid meninggalkan Vasco da Gama sebentar. Kemudian ia masuk ke ruangannya dan kembali menemui Vasco da Gama bersama alat-alat yang membuatnya terkagum-kagum. Selanjutnya, Vasco da Gama menawarkan kepada Ibnu Majid agar menjadi guidenya menuju gugusan pulau India Timur.[16]
Lebih lanjut Abdul Mu’im Majid mengklasifikasikan masuknya Peradaban Islam ke tanah Eropa dengan melalui empat cara berikut ini:[17]
1.      Melalui Andalusia (Spanyol).
Sebagian besar pengaruh kebudayaan Islam atas Eropa terjadi akibat pendudukan kaum muslimin di Spanyol dan Sisilia.[18] Selama delapan  abad lamanya Bangsa Arab menempati daerah ini, Karenanya peradaban Islam menyebar di pusat-pusat tempat yang berbeda. Seperti: di Kordova, Sevilla, Granada, Toledo.  
Penduduk Andalusia (Spanyol) mayoritas menganut ajaran masehi, yang kemudian terpecah dengan datangnya peradaban Arab, Bahkan mereka ganti bahasa mereka dengan berbicara dengan bahasa Arab. Mereka mengenal istilah Mozabarabes, di mana kata ini yang dalam bahasa Arab disebut mutha’rib.[19] Untuk itu pula para pendeta Nasrani melakukan terjemahan Injil ke dalam bahasa Arab. Sebagaimana disebutkan Syalabi bahwa orang Spanyol telah meninggalkan bahasa Latin dan melupakannya. Seorang pendeta di Cordova mengeluh, hampir di kalangan mereka tidak ada yang mampu membaca kitab suci yang berbahasa Latin. Bahkan cendekiawan muda hanya mengetahui dan memahami bahasa Arab.[20]
Sejak pertama kali Islam menginjakkan kaki di Spanyol – sebagaimana disebutkan dalam paragrap sebelumnya – hingga kerajaan Islam berakhir di sana. Islam memainkan peranan yang sangat besar selama hampir 8 abad. Dari Spanyol lah peradaban Islam pindah ke Eropa. 
2.      Melalui Sisilia
Kita mengetahui, bahwa bangsa Arab menaklukan Sisilia di masa akhir dinasti Aghalibah yang berdiri di Afrika (Sekarang Tunisia dan Al-Jazair) di era Abbasiah, yaitu dipertengahan abad 3 hijriah atau 10 Masehi, dan paska Romawi menyerang daerah-daerah Islam. Ketika datang bangsa Fatimiah dan membangun kekuasaannya di Barat, mereka juga menguasai Sisilia bagian dari dinasti Aghalibah serta menguasai Selatan Italia sampai Roma.  Penguasaan bangsa Arab terhadap daerah-daerah Italia menyebabkan peradaban Islam menjadi luas, daerah-daerah seperti Palermo, Messine, Siracusaa, Bari selanjutnya menjadi pusat peradaban Islam di Italia. Sampa dunia Kristen Latin daerah ini merasakan pengaruh Muslim melalui Sisilia. Serangan pertama ke Sisilia tahun 652 M., ketika kota Siracusa dimasuki, orang-orang Arab memiliki angkatan perang yang mampu menandingi angkatan perang Bizantium. Tetapi pendudukan Arab atas Sisilia tidak berlangsung lama seperti pendudukan atas Spanyol. Pada pertengahan abad ke-18, ksatria Norman melihat bahwa mereka hidup dengan baik di Italia bagian selatan, sebagai pedagang atau sebagai pengusaha militer independen. Efesiensi kemiliteran mereka sedemikian rupa sehingga beberapa ratus ksatria di bawah pimpinan Robert Guiscard telah berhasil mengalahkan Bizantium dan mendirikan kerajaan Norman.
Pada tahun 1060, saudaranya Roger memimpin invasi ke Sisilia dan berhasil merebut Messina dan berlanjut dengan pendudukan seluruh wilayah tersebut sampai 1091.[21] Dengan demikian, kehadiran orang-orang Arab di Spanyol dan Sisilia, keunggulan Arab secara perlahan menemukan jalur masuknya ke Eropa Barat. Meskipun Eropa Barat pada saat itu telat menjalin hubungan dengan Imperium Bizantium, namun ia jauh lebih banyak mengambil alih kebudayaan orang-orang Arab ketimbang orang-orang Bizantium.[22]
3.      Melalui datangnya orang-orang Salib di Timur Islam.
Invasi atas Spanyol dan Sisilia memberi arti bahwa suatu waktu Islam hadir di daerah pinggiran Kristen Latin. Namun, kehadiran ini bukanlah persoalan pentingnya menuntut reaksi besar-besaran, kecuali dari wilatah-wilayah tetangga yang dekat dengan wilayah kaum muslim itu sendiri. Karenanya reaksi itu menjadikan munculnya gerakan perang Salib pada abad ke XI. Hal ini dianggap sebagai reaksi yang besar terhadap kehadiran Islam, tetapi pusatnya justru di bagian Utara Perancis, yang jauh kontaknya secara langsung di Negara-negara Islam.[23]
Selama perang Salib ini telah mengakibatkan terjadinya tukar menukar pengaruh budaya di antara mereka, atau lebih tepatnya penerimaan orang-orang Eropa atas corak-corak kebudayaan Islam. Penyebaran budaya ini tidak di ragukan lagi dengan ditopang oleh keterampilan dan ketangguhan orang-orang Arab dalam bidang perdagangan.  Di seluruh wilayah yang tunduk di bawah pemerintahan Islam, tidak hanya terdapat kebudayaan Islam saja yang relatif homogen melainkan juga barang-barang yang dihasilkan kaum muslim tersebar jauh melampaui batas-batas wilayah Islam.[24]
Selanjutnya orang-orang Salib menetap di Timur Islam dalam waktu yang cukup lama. sejak abad 5 H. sampai 7 H. (Abad 12 sampai 17 M). Karenanya terjadi hubungan yang intensif dengan seluruh peradaban Islam. Yang mengherankan mereka. Walaupun peperangan terus terjadi antara kaum muslimin, hal itu tidak menutup para cendekiawan mereka mengambil seluruh peradaban Islam dengan cara menyaksikan sendiri. Serangkaian perang Salib di wilayah-wilayah Islam tidak diragukan lagi telah memberikan sumbangan penyebaran kebudayaan Arab di Eropa Barat.
4.      Pertukaran Perniagaan Antara Timur dan Barat Melalui Mesir
Peristiwa ini terjadi sejak datangnya bangsa Fatimiah di Mesir dan menjadikan Mesir sebagai pusat politik, perdagangan dan kebudayaan. Karena itu penyerangan Mongol di Irak menjadikan Mesir sebagai ka’bah peradaban Islam di era dinasti Mamaluk sebagaimana dikatakan Ibnu Khaldun bahwa munculnya peradaban di Mesir dengan kembalinya peradaban Islam sejak ribuan tahun yang lalu. Maka muncullah di Mesir gerakan Ilmu dan seni yang menjadikan para penuntut ilmu datang dari Timur dan Barat. Ibnu Khaldun melanjutkan dengan perkataannya ”Saya tidak melihat Mesir kecuali sebagai induknya Ilmu, wadahnya Islam dan sumber ilmu serta pusat perniagaan. Mesir telah membantu kemajuan peradaban di Eropa, adapun kota-kota di Eropa seperti: Pisa, Genova, Venezis, Napoli, Firenze memiliki hubungan dagang dengan Mesir. Kota-kota inilah yang kemudian menjadi bangkitnya Eropa atau yang dikenal dengan renaissance serta menjadi cikal bakal peradaban modern di Eropa.
C.                 Kordova Sebagai Pusat Peradaban
Pengaruh datangnya Islam di Sepanyol benar-benar membrikan dampak yang sangat besar. Muhammad Sayyid Al-Wakil menukil perkataan seorang penulis Amerika yang menggambarkan keadaan Eropa pada masa itu, "Jika matahari telah terbenam, seluruh kota besar Eropa terlihat gelap gulita. Di sisi lain, Cordova terang benderang disinari lampu-lampu umum. Eropa sangat kumuh, sementara di kota Cordova telah dibangun seribu WC umum. Eropa sangat kotor, sementara penduduk Cordova sangat concern dengan kebersihan. Eropa tenggelam dalam lumpur, sementara jalan-jalan Cordova telah mulus. Atap istana-istana Eropa sudah pada bocor, sementara istana-istana Cordova dihiasi dengan perhiasan yang mewah. Para tokoh Eropa tidak bisa menulis namanya sendiri, sementara anak-anak Cordova sudah mulai masuk sekolah." [25]
Cordova merupakan ibu kota kekaisaran Andalusia (Spanyol), yang awalnya kota ini ditaklukkan Tariq Ibn Ziyad melalui selat Giblatar (Jabal Tariq) dengan panglima perangnya Musa bin Nusair. Kedatangan Islam di Spanyol merupakan titik penting bagi penyebaran Islam di Eropa. Karena itu, Spanyol dianggap sebagai gerbang pertama masuknya Islam di Eropa. Di Cordova, proses yang terjadi lain adalah Pencarian ilmu diterima dengan tangan terbuka. Khalifah Abdurrahman Ad-Dakhil (756-788 M) merupakan sosok khalifah pertama di Andalusia yang mau menerima tradisi keilmuan dengan baik. Di saat kekhalifahannya, Ad-Dakhil membangun masjid Cordova (755 M) yang masih megah hingga kini. Bangunan ini diakui oleh dunia sebagai bukti masa keemasan Cordova di bawah kekhalifahan Islam.
Zaman keemasan berlanjut hingga kekhalifahan Abdul Rahman an-Nashir atau Abdurrahman III (912-961 M). Meskipun menjadi khalifah di usia belia (23 tahun), namun Abdurrahman III mampu mengukir sejarah luar bisa. Dia merupakan khalifah yang mampu menjaga stabilitas negerinya dengan baik. Di masanya, Cordova dibangun sebuah universitas yang megah dengan perpustakaan yang di dalamnya terdapat ratusan ribu buku, Hal itu menjadikan Cordova sebagai pusat peradaban. Kondisi kota yang menakjubkan, rumah-rumah yang indah, kesejahteraan rakyatnya, perpustakaan dengan jumlah tidak sedikit, dan keteraturan dalam berbagai hal, termasuk kehidupan sosial multiagama (Islam, Kristen dan Yahudi) yang dapat berjalan beriringan.
“Kiblat Peradaban” yang dipegang Cordova menjadi pelajaran yang berharga bagi Barat saat itu, khususnya antara kurun waktu abad ke-8 sampai ke-13. Banyak di antara para ilmuwan Cordova laiknya Ibnu Thufail (1107-1185), Ibnu Baitar (1190-1248), Ibnu Arabi (1164-1240), Ibnu Bajjah (1082-1138), dan tentu saja Ibnu Rusyd (1126-1198) yang menjadi guru bagi Barat untuk “melek” pengetahuan. Sehingga, dalam kurun waktu tersebut Barat banyak mengirimkan sarjana untuk belajar di Cordova, meskipun pada akhirnya Cordova sendiri ––setelah dua setengah abad––harus “tenggelam” dihancurkan kekuatan Kristiani (Aragon dan Isabella dari Castile pada tahun 1492) yang kemudian mengubur kecemerlangan Islam di sana.[26]
D.                Munculnya Renaissance
Terbangunnya sebuah peradaban di Andalausia, perlahan membrikan dampak yang besar bagi Eropa. Setalah Eropa mengenal ilmu pengetahuan, dan secara politik Islam mulai mengalami kemunduran, maka muncullah sebuah revolusi besar, yaitu Renaisans. Renaisans merupakan periode sejarah yang mencapai titik puncaknya kurang lebih pada tahun 1500. Perkataan "renaisans" diambil dari bahasa Perancis Renaissance yang artinya adalah "Lahir Kembali" atau "Kelahiran Kembali". Yang dimaksudkan biasanya adalah kelahiran kembali budaya klasik terutama budaya Yunani kuno dan budaya Romawi kuno. Pada masa ini, ditandai oleh kehidupan yang cemerlang di bidang seni, pemikiran maupun kesusastraan yang mengeluarkan Eropa dari kegelapan intelektual abad pertengahan. Masa Renaissance bukan suatu perpanjangan yang berkembang secara alami dari abad pertengahan, melainkan sebuah revolusi budaya, suatu reaksi terhadap kakunya pemikiran serta tradisi Abad pertengahan.
Abad Renaisans adalah suatu gerakan kebudayaan antara abad ke-14 hingga abad ke-17, bermula di Italia pada akhir Abad Pertengahan dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa. Gerakan ini mencakup kebangkitan pengetahuan berdasarkan sumber-sumber klasik, tumbuhnya panutan pada Sri Paus dan segala sesuatu yang anggun, perkembangan gaya perspektif dalam seni lukis, dan kemajuan ilmu pengetahuan. Gerakan Masa Pencerahan memberikan efek yang luar biasa pada semua usaha untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi mungkin yang paling terkenal adalah kemajuan dari segi kesenian dan kontribusi dari para polymath (orang yang memiliki ilmu yang tinggi dalam berbagai macam hal) seperti Leonardo da Vinci dan Michelangelo, yang menyebabkan munculnya sebutan “Renaissance Men”.
Perkembangan pertama renaisans terjadi di kota Firenze. Keluarga Medici yang memiliki masalah dengan sistem pemerintahan. Kepausan menjadi penyokong keuangan dengan usaha perdagangan di wilayah Mediterania. Hal ini membuat para intelektual dan seniman memiliki kebebasan besar karena tidak lagi perlu memikirkan masalah keuangan dan mendapatkan perlindungan dari kutukan pihak gereja. Keleluasaan ini didukung oleh tidak adanya kekuasaan dominan di Firenze. Kota ini dipengaruhi secara bersama oleh bangsawan dan pedagang. Dengan kebebasan besar itu, seniman bisa berkumpul dan mendirikan gilda-gilda seni yang mengangkat nama banyak seniman terkenal. Melalui gilda ini seniman mendelegasikan pekerjaan, bekerja sama, hingga mendidik bakat-bakat baru.
Selian itu ada satu hal lagi kejadian penting yang melatar belakangi munculnya Renaissance, yaitu Perang Salib. Karena pada saat itu gereja dan kerajaan di Eropa bisa di bilang dalam keadaan lemah karena sedang berperang. Hal itu memberikan peluang kepada para seniman, ilmuan, dan para kaum humanis untuk mendobrak tradisi lama dan mengembalikan kejayaan Eropa seperti pada jaman Romawi dan Yunani kuno.
E.                 Reformasi Agama
Agama Kristen yang mulai tersebar secara resmi tahun 328 M. merupakan agama terbesar di dunia dengan jumlah penganut mencapai 1.965.993.000 pada tahun 1998 dan di perkirakan pada tahun 2025 akan naik menjadi 2.25 milyar.[27]  Dibalik angka kuantitas yang menakjubkan, penganut agama yang di bawa oleh nabi Isa a.s. ini terdapat berbagai keracuan yang menjadikan para penganutnya, dirasakan hanya sebatas mengakui beragama Kristen saja akan tetapi tidak menjadikannya sebagai way of life.
Dari kerancuan-kerancuan tersebut timbul kritikan dari para pengikutnya diataranya, Nicolaus Copernicus (1543 M), seorang pendeta yang mencetuskan teori Helio Centris. Teori tersebut menentang kebijakan gereja yang selama ini mempunyai faham filsafat Ptolemaeus yang mengatakan bahwa bumi sebagai pusat tata surya, Faham Copernicus langsung dibungkam oleh pihak gerja, akan tetapi pihak gereja tidak memberikan hukuman terhadap Copernicus dikarenakan dia adalah seorang pendeta. Pihak gereja hanya melarang bukunya yang berjudul “De Revolutionibus” tersebar dan memasukannya terhadap buku-buku terlarang.
Seperti halnya di pembahasan sub bab sebelumnya, pada tahun 1594. Gardano Bruno melakukan hal yang sama seperti pendahulunya Copernicus, akan teatapi dia bernasib lain, akibat teorinya, dia harus mendekam di penjara selama enam tahun dan pada tahun 1600 M. dan dihukum mati dengan dibakar hidup-hidup. Selanjutnya Faham Helio Centris kemudian dikumandangkan kembali oleh fisikiawan Jerman Johannes Kapler (1571-1630) dan Galileo Galilei (1564-1642) dengan penemuan teleskop sederhana, yang menjadikannya (Galileo) harus dipenjara hingga umur 70 tahun, kemudian dia bertobat dikarenakan ketakutan nasibnya akan sama dengan Bruno.
Munculnya revolusi yang dijuluki Renaissance telah menyuburkan peradaban yang luar biasa terhadap Eropa, tidak hanya pada bidang kesenian, kebudayaan, politik maupun ilmu pengetahuan, namun juga menyebabkan sikap kritis terhadap kehidupan gereja (agama). Dengan kondisi itulah sampai kemudian memunculkan sebuah reformasi besar terhadap agama yang dipelopori Martin Luther pada tahun 1517 dengan gagasan pokok pikirannya yang sangat kritis, sehingga diikuti oleh ilmuan-ilmuwan lain dari beberapa Negara di Eropa.
Pada tahun 1642 bertepatan dengan meninggalnya Galileo lahirlah ilmuan baru Ishac Newton, seorang penemu teori Gravitasi Bumi, sehingga dengan penemuanya dia berhasil mendobrak kebodohan Gereja dan mengubah worldview baru bagi eropa dalam memahami agama.[28] New ton bukan saja menkritik gereja dalam masalah sains akan tetapi dia juga mengkritik teori Trinitas, seperti yang dikatakan dalam bukunya The Philosophical Origins of Gentile Theology, bahwa sebenarnya nabi Nuh telah membuat agama bebas tahayul dimana tidak ada kitab suci yang berisi wahyu-wahyu dan tidak ada lagi misteri , tapi Tuhan yang bisa dikenal melalui perenungan Rasional terhadap alam semesta.[29]
Pada tahun 1670 M dia mengumumkan bahwa ajaran trinitas dibawa oleh Athanius untuk mencari muka orang-orang Pagan yang baru masuk agama Kristen sekaligus Athanius sendiri yang memberikan tambahan-tanbahan terhadap Injil.[30]  Sehingga Newton berakhir pada kesimpulan bahwa Tuhan bisa dicapai oleh akal melalui perenungan alam semesta -seperti tokoh pendahulunya Rene Deccartes- bukan melalui al-Kitab.
Keruntuhan otoritas gereja menjadikan bangsa Eropa terbagi menjadi dua aliran dalam memahami Agama, Pertama, Aliran Deisme, di mana aliran ini masih mempercayai akan adanya Tuhan tapi tidak mempercayai akan ayat-ayat tuhan. Tokoh-tokohnya antara lain: Rene Decrates (1596-1650 M), Martin Luther(1483-1556 M), Huldrych Zwingli (1483-1556 M), John Calvin (1509-1564 M), Isac Newton (1642-1724 M), John Lock (1632-1704), Immanuel Kant (1724-1804 M) dan para pengikut-pengikut mereka seperti Calvinis (Pengikut John Calvin), Lutheran (Pengikut Martin Luher). Di antara ajaran-ajarannya yang paling mendasar adalah: Pertama, Beriman kepada satu Tuhan yang disebut “Deus”.[31] melalui kotemplasi akal baik melalui Mekanika (seperti Newton) atau Matematika (seperti Decrates). Kedua, tidak mempercayai mitos wahyu, Ketiga, tidak mempercayai mukjizat yang bersifat misterius dan bertentangan dengan akal sehat. Keempat, mempercayai Tuhan sebegai pencipta alam dari ketiadaan (Cratio ex nihilo). Kelima, membagi kehidupan kepada: Alam, Tuhan dan Akal.
Aliran Kedua, adalah atheisme atau materialisme, yang pertama meluncurkan gagasan ini adalah George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831 M) dengan menyatakan dalam bukunya Phenomenology of Mind (1807 M) bahwa Roh Universal hanya bisa mencapai kesempurnaan jika ia menenggelamkan dirinya ke dalam kondisi-kondisi batas ruang dan waktu, roh universal paling mungkin diwujudkan dalam pikiran manusia. Jadi, manusia juga harus mencampakan konsep lama tentang Tuhan transenden, supaya ia dapat memahami bahwa dirinya memiliki sifat Tuhan juga.[32] Selanjutnya gagasan sekular Hegel dilanjutkan muridnya Ludwig Feuerbach (1804-1872 M) yang menyatakan bahwa agama dapat memisahkan manusia dari Tuhan, Tuhan itu sempurna sedangkan manusia tidak, Tuhan itu abadi sedangkan manusia fana, Tuhan itu maha kuasa sedangkan manusia lemah.
Adapun Karl Marx (1818-1883 M), menulis dalam buku Economic and Philosophical Manuscript, bahwa agama merupakan gejala masyarakat yang sakit, agama adalah candu masyarakat yang bisa menerima sistem sosial yang rusak. Agama menghilangkan keinginan untuk menemukan obat dengan mengalihkan perhatian dari dunia ini kepada akhirat. Ketidak percayaan atas Tuhan dibuktikan pula secara `Ilmiah` oleh Charles Darwin (1809-1882 M), dalam buku kontroversialnya The Origin of Species by Means of Natural Selection (1859) dengan teori evolusinya. Ia menolak teori yang telah lama dipercayai Gereja yaitu teori cratio ex nihilo.[33] Dengan teorinya tersebut, Darwin mencoba memisahkan intervensi Tuhan dalam penciptaan alam dan kehidupan mahluk hidup di dunia ini. Atheisme berpuncak pada deklarasi kematian Tuhan pada tahun 1882 oleh Friedrich Nietzsche (1844-1900 M) melalui bukunya The Gay Science.[34]
Kedua faham inilah yang merasuki masyarakat Eropa dari mulai akhir abad ke 17 masehi sampai sekarang, sebagai konsekwensi sekaligus rival atas kebobrokan otoritas gereja yang selama beratus-ratus tahun bangsa Eropa merasa dibodohi oleh kekuatan gereja dan dikekang olehnya. Sehingga mereka menamakan jaman sebelum revolusi dan reformasi sebagai The Dark Age dan menamakan jaman setelahnya sebagai Renaissance.
F.                 Penutup
Sebagian kalangan sejarawan Eropa mengklaim, bahwa kemajuan yang saat ini terjadi merupakan peradaban yang diwarisi oleh nenek moyang mereka (langsung dari Yunani). Ia beranggapan, Eropa saat ini adalah bukti pengaruh kemajuan Eropa dijaman yunani kono yang tidak bisa dihilangkan sampai sekarang. Banyak penemuan-penemuan ilmiah yang ditemukan oleh ilmuwan muslim kala itu, saat ini diklaim bahwa penemuan-penemuan tersebut merupakan penemuan orang Eropa.
Tetapi, bagaimanapun argumentasi yang dimunculkan, perjalanan sejarah masa lalu Islam tidak mudah dihapus begitu saja, kendati banyak cara yang telah dilakukannya. Banyak sekalai berbagai peninggalan penting yang ditinggalkan oleh kerajaan islam, saat ini dirubah fungsinya untuk mengahapus sejarahnya. Seperti sebuah masjid besar di Cordova yang kini keberadaannya menjadi gereja. Tetapi cordova tetaplah menjadi bukti bisu bahwa masuknya islam ketanah tersebut menjadi cikal bakal kemajuan eropa yang eksistensinya bisa dirasakan hingga sekarang.
Kemajuan sepanyol disaat kekusaan islam, memberikan arti penting, bahwa sesungguhnya islam dimasa lalu memiliki peradaban yang sangat luar biasa. Bukan saja Karena yunani kuno telah lebih dulu mengenal metodelogi ilmu pengetahuan, tetapi penemuan-penemuan yang terjadi dalam islam saat itu juga banyak sekali yang belum ditemukan disaat peradaban yunani. Oleh karena itu, kemajuan yang terjadi dalam islam bukanlah suatu peradaban yang diwariskan oleh yunani kuno, melainkan merupakan  peradaban yang dimunculkan oleh islam itu sendiri. Berbeda halnya dengan eropa, kemajuan yang terjadi di eropa haingga kini, itu tidak lian karana berdasarkan perebuntan dan konfilik besar, hingga menewaskan ribuan nyawa (perang salib), dengan itu eropa bangkit dan mengalami kemajuan.


























BIBLIOGRAFI


Al-Qaradhawi, Yusuf, Distorsi Sejarah Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005)
Armstrong, Karen, Berperang demi Tuhan; Fundamentalisme dalam Islam, Kristen dan Yahudi (jakarta, Mizan, 2002)
Bahauddin, H.A., Tarikh al-Islam, Jilid 2, terj. (Jakarta: Kalam Ilahi, 2003)
Bammate, Haidar, Kontribusi Intelektual Muslim Terhadap Peradaban Dunia, (Jakarta, Darul Falah, 2000)
bin Abdurrahman Al-Hawali, Safar, Al-Ilmaniyyah; Nasyatuha wa tathowuruha wa atsaruha fi hayati al-Islami al-Mu`ashirah.(t.k., t.p., t.t.)
bin Ahmad bin Ali al-Muqraizi, Taqiyuddin, Nafkh at-Thib min Ghusn al-Andalus, jilid 1 (Mesir: Bulaq, 1862)
http//:Siwang.com, Semangat Islam Kordova, 14 Desember 2011.
Husni, Musthafa, Khazanah Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Setia. 2002)
Husni, Musthafa, Refleksi Peran Agama Indonesia,  www.hidayatullah.com
Husaini, Adian, Refleksi Peran Agama di Indonesia, Hidayatullah.com.
Majid, Abdul Mun’im, Tarikh al-Hadharah al-Islamiyah fil Ushuri al-Wustho, (Cairo: Maktabah Misriyah,1978)
Romein, Era Eropa;Peradaban Eropa Sebagai Penjimpangan Dari Pola Umum, (Bandung, Pustaka Setia, 1956)
Sayyid Al-Wakil, Muhammad, Wajah Dunia Islam Dari Dinasti Bani Umayah Hingga Imperialisme Modern (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1998)
Syalabi, Mausu’ah Tarikh, (Mesir: Maktabah Nahdah al-Misriyah,1983)
Quthb, Muhammad, Perlukan Menulis Ulang Sejarah Islam. (Jakarta, Gema Insani Press, 1995)
Watt, Montgemary, Islam dan Peradaban Dunia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1997)





[1] http//:Siwang.com, Semangat Islam Kordova, 14 Desember 2011.

[2] Taqiyuddin bin Ahmad bin Ali al-Muqraizi, Nafkh at-Thib min Ghusn al-Andalus, jilid 1 (Mesir: Bulaq, 1862),126-127.
[3] H.A Bahauddin, Tarikh al-Islam, Jilid 2, terj. (Jakarta: Kalam Ilahi, 2003), 82.
[4] Roderick adalah raja Kristen yang memaksakan keyakinan Trinitas kepada kaum Nasrani Aria dan lebih meyakini Nabi Isa sebagai utusan Tuhan semata.
[5] Perang salib terjadi setelah eropa mulai mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, terjadilah peperangan antara orang Kristen dengan Islam untuk merebut kekuasaan.
[6] Muhammad Sayyid Al-Wakil, Wajah Dunia Islam Dari Dinasti Bani Umayah Hingga Imperialisme Modern (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1998), 319
[7] Haidar Bammate, Kontribusi Intelektual Muslim Terhadap Peradaban Dunia, (Jakarta, Darul Falah, 2000), 44-45
[8] Romein, Era Eropa;Peradaban Eropa Sebagai Penjimpangan Dari Pola Umum, (Bandung, Pustaka Setia, 1956),52
[9] Muhammad Sayyid Al-Wakil, Wajah Dunia…., hal 319-320
[10] Yusuf Al-Qaradhawi, Distorsi Sejarah Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), 150
[11] Haidar Bammate, Kontribusi Intelektual….., hal-24
[12] Lihat Muhammad Sayyid Al-Wakil, Wajah Dunia…., hal 320
[13] Musthafa Husni As-Siba'i, Khazanah Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Setia. 2002), 41
[14] Haidar Bammate, Kontribusi Intelektual…., hal-49
[15] Musthafa Husni, Refleksi Peran Agama Indonesia,  www.hidayatullah.com
[16] Muhammad Quthb, Perlukan Menulis Ulang Sejarah Islam. (Jakarta, Gema Insani Press, 1995), 230
[17] Lihat Abdul Mun’im Majid, Tarikh al-Hadharah al-Islamiyah fil Ushuri al-Wustho, (Cairo: Maktabah Misriyah,1978)
[18] W. Montgemary Watt, Islam dan Peradaban Dunia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1997), 2
[19] Mustha’rib adalah kelompok yang tetap kepada keyakinannya tapi meniru adat istiadat bangsa Arab baik bertingkah laku maupun bertutur kata.
[20] Syalabi, Mausu’ah Tarikh, (Mesir: Maktabah Nahdah al-Misriyah,1983), 89-90.
[21] W.Montgemary, Islam dan Peradaban….., hal 6-7.
[22] Ibid, hal 42.
[23] Ibid, hal 18.
[24] Ibid, hal 22.
[25] Muhammad Sayyid Al-Wakil, Wajah Dunia…., hal 327
[26] http//:Siwang.com, Semangat Islam Kordova, 14 Desember 2011.
[27] Adian Husaini, Refleksi Peran Agama di Indonesia, Hidayatullah.com.
[28] Safar bin Abdurrahman Al-Hawali, Al-Ilmaniyyah; Nasyatuha wa tathowuruha wa atsaruha fi hayati al-Islami al-Mu`ashirah.(t.k., t.p., t.t.), 57-59
[29] Karen Armstrong, Berperang demi Tuhan; Fundamentalisme dalam Islam, Kristen dan Yahudi (jakarta, Mizan, 2002),106
[30] Ibid, hal- 397
[31] Ibid, hal- 398
[32] Ibid, hal-145
[33] Ibid, hal-146
[34] Ibid, hal-149

1 komentar:

  1. How to win at gambling at casinos - DRMCD
    Casino gambling is legal in several states in the U.S. and the District 영천 출장마사지 of Columbia. If you want 김천 출장마사지 to 거제 출장마사지 try your luck, you 평택 출장샵 are on 부산광역 출장안마 the

    BalasHapus